PERKEMBANGAN PENAMBANGAN EMAS ALUVIAL DI KABUPATEN NABIRE
PENAMBANGAN EMAS ALUVIAL (aluvial mine) DI KABUPATEN NABIRE
Sejarah penambangan emas di kabupaten nabire
diawali oleh kegiatan pendulangan emas aluvial di districk topo sekitar 40 kilo
meter dari nabire sejak tahun 1994-2002. Besarnya potensi kandungan emas
aluvial di tunjukan tersebarnya lokasi penambangan emas didaerah ini antara
lain di daerah siriwini,musairo-lagari,topo,wanggar,kilo 62-64,centrico,kilo 74
dan siriwo.
Secara umum metode penambangan emas aluvial
dilakukan berdasarkan kondisi endapan aluvialnya ,antara lain :
1. Penambangan emas aluvial aktif (muda) yang
dilakukan pada badan-badan sungai menggunakan peralatan sederhana seperti
dulang atau wajan,linggis,sikop,cangkul,dan ayakan.
2. Apabila penambangan dilakukan untuk mangambil
material aluvial purba atau aluvial recent yang terdapat di tebing sungai atau
darat, maka pengambilang bijih emas dilakukan dengan membuat sumuran atau paritan untuk mencapai lapisan yang diperkirahkan mengadung emas .selanjutnya material yang diperoleh di
dulang disekitar lokasi lubang tambang.
3. Metode tambang semprot yang menggunakan mesin
berukuran 5,5 PK/unit,untuk menambang emas aluvial tua atau tanah lapukan dari batuan dasarnya ,
selanjutnya material tersebut ,di masukan dalam ‘’sluice box”kemudian
mineral-mineral beratnya didulang.
Secara geologi, lokasi penambangan emas dihuni
oleh endapan-endapan aluvial muda dan aluvial tua. Dan secara umum terdiri dari
fragmen-fragmen kuarsa putih susu,batuan beku ultramefik, batuan malian,seta
batuan sedimen.umumnya potensi kandungan emas dalam endapan aluvial tua akan
meningkat seiring dengan peningkatan ukurang butiran endapan tersebut yang
relatif lebih dalam dan dekat dengan
batuan dasarnya.
Setelah kita mehami perkembangan penambangan
diatas,maka tak terlepas pula.dari latar belakang pada bidang pertambangan di
indonesia yang kali ini kita akan melihat pertambangan tanpa izin (PETI) dapat
di jumpai diberbagai wilayah indonesia, pada umumnya kegiatan penambangan dan
pengelolahan bahan galian cenderung memperlihatkan kondisi yang
memperatinkan.hal ini tercermin dari kondisi pemanfatan sumber daya mineral
yang kurang terencana dengan melakukan produksi bahan galian tanpa adanya
kegiatan ekplorasi untuk mengetahui sumber daya mineral yang kurang mempratikan
dampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Selain itu kegiata PETI berpotensi menyisahkan
bahan galian yang diluar jangkauan kemampuan dan kapasitas penambangan dan
pengelolahannya, oleh karena itu bahan galian yang tertinggal/ tersisa pada
wilayah PETI perlu di inventarisir untuk di perhitungkan peluang
pemanfaatannya. Bahan galian tersebut dapat berupa bahan galian utama, bahan
galian lain dan mineral lain dan mineral ikutannya. Hal ini terdapat dalam
Pasal 33 ayat 3. UUD 1945. Dan di
tuangkan dalam kemen SDM nomor :1453.K/29/MEM/200, Dimana bahan galian harus di
ambil/ditambang secara terencana,teratur,bertanggung jawab dan berkelanjutan
untuk kepentingan dan kesejahtraan penduduk indonesia pada umumnya dan
masyarakat hak ulayat pada khususnya.
PERKEMBANGAN PENAMBANGAN EMAS ALUVIAL DI KABUPATEN NABIRE
BalasHapus