Stratigrafi Regional Pulau Buton
Sikumbang dan Sanyoto (1981) membagi Pulau Buton menjadi sembilan formasi yaitu Formasi Mukito, Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Rumu, Formasi Tobelo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, dan Formasi Wapulaka. Smith (1983) menyebut Formasi Doole sebagai Doole Phyllite. Formasi yang berumur Trias – Eosen/Oligosen oleh Smith (1983) dimasukkan ke dalam Komplek Wolio.
Peta Geologi Regional Pulau Buton (Sikumbang dan Sanyoto) |
Formasi Mukito disusun oleh sekis plagioklas-hornblende, sekis klorit-epidot, filit terkersikan, sekis silikat-gamping yang berumur Trias. Smith (1983) melaporkan bahwa formasi ini terdiri atas metabasit dan metachert yang berkisar dari fasies sekis hijau sampai lower amphibolite. Ia juga melaporkan bahwa hubungan antara Formasi Mukito dengan Formasi Winto dan ofiolit adalah kontak sesar.
Formasi Doole disusun oleh runtuhan batuan malihan berderajat lemah, terdiri atas kuarsit mikaan berselingan filit dan batu sabak, tebal lapisan beberapa ratus meter yang diduga berumur Trias – Jura (Sikumbang dan Sanyoto, 1981) atau Paleosoik (Smith, 1983). Formasi Winto disusun oleh perselingan serpih, batupasir, konglomerat, dan batugamping, bercirikan sedimen klastika daratan dan karbonat, berumur Trias Akhir, terendapkan dalam lingkungan neritik hingga laut dalam dengan tebal satuan hingga 750 meter.
Formasi Ogena disusun oleh batugamping pelagis, bersisipan klastika halus dan batugamping pasiran dengan sebagian berbituminen, berumur Jura Awal, mempunyai hubungan selaras dengan Formasi Winto di bawahnya. Formasi Ogena terendapkan pada lingkungan laut dalam dengan tebal satuan lebih dari 960 meter. Formasi Rumu berumur Jura Akhir, disusun oleh batugamping merah kaya fosil, batulumpur, napal, dan kalkarenit, diendapkan dalam lingkungan neritik dengan tebal lebih dari 150 meter.
Formasi Tobelo disusun oleh kalkarenit kaya akan radiolaria, Sikumbang dan Sanyoto (1981) menyatakan formasi ini berumur Kapur – Paleosen, sedangkan menurut Smith (1983) Formasi Tobelo berumur Kapur Akhir – Oligosen dengan adanya selang pengendapan pada Kala Paleosen karena tidak ditemukannya batuan pada umur ini. Formasi ini terendapkan pada lingkungan basial (3000 – 5000 m) dengan ketebalan 300 – 400 meter.
Batuan sedimen Neogen yang ada di Pulau Buton dapat dikelompokkan menjadi tiga satuan litostatigrafi, yaitu Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa, dan Formasi Wapulaka. Formasi Tondo oleh Sikumbang dan Sanyoto (1981) dibagi menjadi 3 anggota yaitu Anggota Batugamping, Anggota Konglomerat, dan Anggota Tufa dengan menafsirkan bahwa umur Miosen Awal – Tengah untuk Anggota Batugamping dan Miosen Tengah – Akhir, atau mungkin sampai Pliosen Awal untuk fasies non batugamping. Hubungan dengan batuan di bawah dan di atasnya adalah ketidakselarasan, sedangkan antara Anggota Batugamping Tondo dengan Anggota Konglomerat Tondo adalah menjemari.
Formasi Sampolakosa disusun oleh batuan napal, berlapis tebal sampai masif, dijumpai sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi dengan kandungan fosil Foraminifera pada formasi ini sangat melimpah. Smith (1983) melaporkan bahwa Formasi Sampolakosa disusun oleh batukapur berwarna putih kekuningan sampai abu-abu dan napal yang mengandung banyak sekali foraminifera planktonik. Kandungan dari fosil foraminifera planktonik terdiri dari Globorotalia plesiotumida, Globorotalia acostaensis, Globorotalia multicanerata, Globoquadrina altispira, Sphaeroidinellopsis subdehiscens, Sphaeroidinellopsis seminulina (Sikumbang dan Sanyoto, 1981). Umur formasi ini adalah Pliosen (Hetzel, 1938), N18 – N21 (Wiryosuyono dan Hainim, 1975), akhir Miosen sampai akhir Pliosen (Sikumbang dan Sanyoto, 1981), N16/N17 – N21 (Smith, 1983).
Formasi Sampolakosa diendapkan pada lingkungan neritik – basial (Sikumbang dan Sanyoto, 1981), neritik luar –batial bawah (Soeka dkk., 1983), neritik luar – abisal (Smith, 1983), basial tengah – bawah (Van Marle dkk., 1989). Smith (1983) melaporkan adanya chalk dari Fomasi Sampolakosa yang berumur N19/N20 dengan lingkungan pengendapan abisal. Rembesan minyak dan aspal ditemukan pada satuan ini di kampung Kabungka, Pasarwajo, dan Lasalimu (Sikumbang dan Sanyoto, 1981).
Berdasarkan data umur dan lingkungan pengendapan yang beragam ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan umur Formasi Sampolakosa adalah N16/N17 – N21 dengan lingkungan pengendapan neritik hingga abisal, dengan puncak genang laut terjadi pada N19/N20 (Soeka dkk.,1998).
Formasi Wapulaka berumur Kuarter disusun oleh batugamping terumbu, ganggang, dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi kars yang terdapat hampir pada seluruh pantai Pulau Buton bagian selatan dan tengah, endapan hancuran terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir gampingan, batulempung, dan napal kaya Foraminifera plankton. Formasi ini terbentuk pada lingkungan laguna – litoral dengan tebal sekitar 700 meter, mempunyai hubungan tidak selaras dengan Formasi Sampolakosa di bawahnya.
Artikel terkait:
1. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Wapulaka)
2. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Sampolakosa)
3. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Tondo)
Kolom Kesebandingan Stratigrafi Regional Pulau Buton |
Artikel terkait:
1. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Wapulaka)
2. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Sampolakosa)
3. Geologi Regional Pulau Buton (Formasi Tondo)
Leave a Comment